Selasa, 10 November 2009
Cinta tidak harus berwujud bunga
Kalau kita membicarakan tentang cinta pasti engga akan ada habisnya. Dari kisah cinta yang menyedihkan, berakhir tragis, sampai dengan berujung bahagia. Namun cara pengungkapan cinta yang sering dianggap romantis oleh kaum hawa adalah apabila kaum adam menyatakan rasa cinta dan sayangnya dengan perantara bunga (baik itu bunga bank ataupun bunga kamboja hehehe…), padahal engga semua kaum adam bisa menyatakan dengan bunga loh. Apalagi bila sang kaum adam tersebut bertingkah cuek atau mempunyai sifat pemalu, wah bakalan makin sulit deh kaum hawa berharap sang pujaan hatinya ini akan menyatakan cintanya lewat bunga. Disini saya ingin berbagi cerita tentang kisah sepasang anak manusia yang bisa mengutarakan rasa sayangnya tanpa ada bunga didalamnya. So siap-siap pegang tissu dan cari pasangan yang akan dipeluk (loh..apa hubungannya ya..??)
“kisah ini sbg renungan buat kita untuk menyadari bhw cinta tdk hrs berwujud benda”
Suami saya adalah seorang insinyur, saya mencintai sifatnya yang
alami dan saya menyukai perasaan hangat yang muncul di hati saya
ketika saya bersandar di bahunya yang bidang.
Tiga tahun dalam masa perkenalan, dan dua tahun dalam masa
pernikahan, saya harus akui, bahwa saya mulai merasa lelah, alasan-2
saya mencintainya dulu telah berubah menjadi sesuatu yang menjemukan.
Saya seorang wanita yang sentimentil dan benar-2
sensitif serta berperasaan halus. Saya merindukan saat-saat romantis
seperti seorang anak yang menginginkan permen. Tetapi semua itu tidak
pernah saya dapatkan. Suami saya jauh berbeda dari yang saya
harapkan. Rasa sensitif-nya kurang. Dan ketidakmampuannya dalam
menciptakan suasana yang romantis dalam pernikahan kami telah
mementahkan semua harapan saya akan cinta yang ideal.
Suatu hari, saya beranikan diri untuk mengatakan keputusan saya
kepadanya, bahwa saya menginginkan perceraian.
“Mengapa?”, dia bertanya dengan terkejut.
“Saya lelah, kamu tidak pernah bisa memberikan cinta yang saya
inginkan”
Dia terdiam dan termenung sepanjang malam di depan komputernya,
tampak seolah-olah sedang mengerjakan sesuatu, padahal tidak.
Kekecewaan saya semakin bertambah, seorang pria yang bahkan tidak
dapat mengekspresikan perasaannya, apalagi yang bisa saya harapkan
darinya?
Dan akhirnya dia bertanya, “Apa yang dapat saya lakukan untuk merubah
pikiranmu?”.
Saya menatap matanya dalam-dalam dan menjawab dengan pelan, “Saya
punya pertanyaan untukmu, jika kamu dapat menemukan
jawabannya di dalam hati saya, saya akan merubah pikiran saya
Seandainya, saya menyukai setangkai bunga indah yang ada di tebing
gunung dan kita berdua tahu jika kamu memanjat gunung itu, kamu akan
mati. Apakah kamu akan melakukannya untuk saya?”
Dia termenung dan akhirnya berkata, “Saya akan memberikan jawabannya
besok.”
Hati saya langsung gundah mendengar responnya.
Keesokan paginya, dia tidak ada dirumah, dan saya menemukan selembar
kertas dengan coret-2an tangannya dibawah sebuah gelas yang berisi
susu hangat yang bertuliskan….
“Sayang, saya tidak akan mengambil bunga itu untukmu, tetapi ijinkan
saya untuk menjelaskan alasannya.”
Kalimat pertama ini menghancurkan hati saya.
Saya melanjutkan untuk membacanya kembali.
“Kamu bisa mengetik di komputer dan selalu mengacaukan program di
PC-nya dan akhirnya menangis di depan monitor, saya harus memberikan
jari-2 saya supaya bisa membantumu dan memperbaiki programnya.”.
“Kamu selalu lupa membawa kunci rumah ketika kamu keluar rumah, dan
saya harus memberikan kaki saya supaya bisa mendobrak pintu, dan
membukakan pintu untukmu ketika kamu pulang.”.
“Kamu suka jalan-2 ke luar kota tetapi selalu nyasar di tempat-tempat
baru yang kamu kunjungi, saya harus menunggu dirumah agar bisa
memberikan mata saya untuk mengarahkanmu.”.
“Kamu selalu pegal-2 pada waktu ‘teman baikmu’ datang setiap
bulannya, dan saya harus memberikan tangan saya untuk memijat kakimu
yang pegal.”.
“Kamu senang diam di rumah, dan saya selalu kuatir kamu akan menjadi
‘aneh’. Dan aku harus membelikan sesuatu yang dapat menghiburmu di
rumah atau meminjamkan lidahku untuk menceritakan hal-hal lucu
yang aku alami hari ini.”.
“Kamu selalu menatap komputermu, membaca buku dan itu tidak baik
untuk kesehatan matamu, saya harus menjaga mata saya agar ketika kita
tua nanti, saya masih dapat menolong mengguntingkan kukumu dan
mencabuti ubanmu.”.
“Tanganku akan memegang tanganmu, membimbingmu menelusuri pantai,
menikmati matahari pagi dan pasir yang indah. Menceritakan warna-2
bunga yang bersinar dan indah seperti cantiknya wajahmu”.
“Tetapi sayangku, saya tidak akan mengambil bunga itu untuk mati.
Karena, saya tidak sanggup melihat air matamu mengalir menangisi
kematianku.”.
“Sayangku, saya tahu, ada banyak orang yang bisa mencintaimu lebih
dari saya mencintaimu.”. “Untuk itu, sayang, jika semua yang
telah diberikan tanganku, kakiku, mataku, tidak cukup bagimu. Sayang,
aku tidak bisa menahan dirimu mencari tangan, kaki, dan mata lain
yang dapat membahagiakanmu.”.
Air mata saya jatuh ke atas tulisannya dan membuat tintanya menjadi
kabur, tetapi saya tetap berusaha untuk membacanya kembali.
“Dan sekarang, sayangku, kamu telah selasai membaca jawaban saya.
Jika kamu puas dengan semua jawaban ini, dan tetap menginginkanku
untuk tinggal di rumah ini, tolong bukakan pintu rumah kita, saya
sekarang sedang berdiri disana menunggu jawabanmu.”
“Jika kamu tidak puas, sayangku, biarkan aku masuk untuk membereskan
barang-barangku, dan aku tidak akan mempersulit hidupmu. Percayalah,
bahagiaku bila kau bahagia.”
Saya segera berlari dan membuka pintu dan melihatnya berdiri di depan
pintu dengan wajah penasaran sambil tangannya memegang susu dan roti
kesukaanku. Oh, kini saya tahu, tidak ada orang yang pernah mencintai
saya lebih dari dia mencintaiku.
Itulah cinta, di saat kita merasa cinta itu telah berangsur-angsur
hilang dari hati kita karena kita merasa dia tidak dapat memberikan
cinta dalam wujud yang kita inginkan, maka cinta itu sesungguhnya
telah hadir dalam wujud lain yang tidak pernah kita bayangkan
sebelumnya.
Seringkali yang kita butuhkan adalah memahami wujud cinta dari
pasangan kita, dan bukan mengharapkan wujud tertentu.
Karena cinta tidak selalu harus berwujud “bunga”.
Wassalam,
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar